Peradaban sudah berubah. Banyak yang menganggap kesenian wayang sudah kuno, ketinggalan zaman dan sudah tidak relevan dengan kemajuan zaman. Semakin banyak generasi muda yang tidak mengenal sama sekali akar budayanya. Bahkan tidak mengenal Petruk anak angkat Semar, abdi Pendawa. 

Diantara Panakawan, Petruk terkenal paling pandai sehingga dia disebut juga Doblajaya. Karena kepandaiannya itu , ia seringkali membantu Gareng dan Bagong ketika mereka ada masalah.

Dalam lakon “Petruk Jadi Ratu” diceritakan, hilangnya Jamus Kalimasada yang merupakan Jimat milik Pendawa karena dicuri Mustakaweni. Yang mampu merebutnya kembali adalah Bambang Priyambada (Irawan). Oleh Irawan jimat tersebut dititipkan kepada Petruk. 

Mendengar jimat kalimasada dititipkan ke Petruk, Adipati Karna berusaha merebutnya. Maka terjadilah perang seru antara Petruk dan Adipati Karna. Ditengah-tengah peperangan, adipati Karna memanah Petruk menggunakan pusaka bernama Kyai Jalak. Petrukpun mati seketika.

Oleh Semar, Pteruk dihidupkan kembali. Kemudian diperintahkan untuk membalas dendam dengan mengandalkan Jimat kalimasada. Akibatnya, pada peperangan kedua Petruk berhasil menjadi pemenang. Kesaktian Petruk yang begitu hebat membuat seluruh kerajaan di tanah Jawa tunduk pada kekuasaannya. Kemudian diapun menjadi raja di kerajaan Ngrancang Kencana bergelar Prabu Wel Geduwel Beh

Pada saat hendak memproklamirkan dirinya sebagai raja, Petruk membuat pesta perayaan dan mengundang Pendawa untuk hadir dalam pesta itu, tetapi Pendawa tidak hadir.

Karena kecewa, maka Pendawa diperangi oleh Prabu Wel Geduwel Beh dan dapat dikalahkan.

Kresna sebagai pengayom Pendawa menyerahkan permasalahan ini pada Semar. Karena Beliau menilai hanya Semarlah yang mampu mengalahkan Prabu Wel Geduwel Beh. Oleh Semar, Gareng dan bagong disuruh mencuri jimat yang dipakai Prabu Wel Geduwel Beh. Setelah jimat berhasil diambil, Gareng dan bagong kemudian menantang Prabu Wel Geduwel Beh. Karena terus-menerus dipaksa, maka Prabu Wel Geduwel Beh bersedia melayani tantangan mereka. Akhirnya Prabu Wel Geduwl Beh kalah dan berubah menjadi Petruk.

Setelah tahu bahwa Prabu Wel Geduwel Beh adalah Petruk, Pendawa menjadi marah. Kemudian mereka menanyakan maksud dari perbuatan Petruk tersebut. Petrukpun menjawab bahwa dia hendak memberikan pelajaran kepada Pendawa supaya tidak grusa-grusu (tergesa-gesa) dalam bertindak. Pendawa diharapkan bertindak penuh perhitungan, karena dikhawatirkan akan menyesal dikemudian hari. 

Jimat Kalimasada dicuri Mustakaweni karena Pendawa asyik membangaun Candi Saptaarga sehingga lupa menjaga jimat tersebut.

Tindakan Petruk menjadi Raja merupakan bentuk pengajaran kepada Pendawa untuk tidak sombong, aja dumeh dan jangan lupa pada nasib wong cilik. Setelah menjelaskan maksud seluruh tindakannya itu kemudian Petruk kemudian meminta maaf. Pendawapun memberi maaf, bahkan merekapun senang karena Petruk telah bersedia memberi pepeling atau peringatan kepada mereka. 

Melalui penampilan fisiknya yang tidak sempurna, Punakawan hendak menegaskan bahwa tindak kemuliaan seseorang terletak pada keluhuran akhlak, budi pekerti, ilmu dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sekalipun Punakawan hanya abdi namun mereka mampu menjadi guru dan pembimbing bagi para tuannya menjadi rujukan ilmu bagi para kesatria. 

Dari beberapa watak tokoh pewayangan, kita dapat menemukan adanya muatan filosofis khususunya moral pedagogis. Kesenian Wayang merupakan symbol kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Bagimana mereka berinteraksi, bagaimana pola pikir mereka, bagimana menyikapi pluralitas, dan bagaimana menyikapinya, semua jelas tercermin dalam setiap pekeliran wayang. Wayang merupakan kesenian yang berakar dari realitas nilai-nilai masyarakat Jawa.